Pendapat Para Imam Sekitar Mengikuti
Sunnah dan Meninggalkan Pendapat-Pendapat yang Bertentangan Dengannya.
1. Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit
a. Bila suatu hadits itu benar maka
itulah mazhabku
b. Tidak dibolehkan bagi seseoragn
untuk mengambil pendapat kami bila tidak mengetahui darimana kami mengambilnya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan ”Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku
berfatwa dengan pendapat saya” Dalam riwayat lain ditambahkan ”Sesungguhnya
kita adalah manusia yang mengemukakan pendapat hari ini dan berubah pendapat
pada keesokan harinya”. Disebutkan juga dalam riwayat lain ”Apa-apaan engkau
wahai Ya’kukb! (Abu Yusuf), jangan engkau tulis semua yang kau dengan dariku. Karena aku mengemukakan pendapat hari
ini dan keesokan harinya mungkin aku
meninggalkannya. Besok aku berpendapat sesuatu dan lusanya aku tinggalkan”
c. Apabila aku
mengemukakan suatu pendapat yang bertentangn dengan kitab Alloh dan khabar dari
Rasulullah SAW, hendaknya kalian meninggalkan pendapatku.
2. Malik Bin Annas
a. Sesungguhnya aku
adalah manusia yang terkadang salah dan terkadang benar, maka lihatlah
pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah. Setiap
yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, tinggalkan.
b. Setiap perkataan orang
boleh dipakai atau ditinggalkan kecuali perkataan Nabi SAW.
c. Ibu Wahab berkata :
”Aku mendengar Malik ditanya tentang menyela-nyela jari-jari kedua kaki dalam
wudlu. Ia berkata ’Hal itu tidak wajib’. Lalu saya meninggalkannya
sampai orang-orang yang mengelilinginya sedikit. Saya katakan kepadanya, ’Hal
ini menurut kami sunnah’ Malik bertanya ’Apa haditsnya?’ Saya
menjawab ’Dikatakan Laits bin Sa’ad, Ibnu Luhai’ah dan Amru bin
Harits, dari Yazid bin Amru al-Ma’afiri, dari Abu Abdurrahmanal-Habli, dari
al-Mustaurid bin Syadad al-Qurasyi, ia berkata ’Aku melihat Rasulullah SAW
menggosokkan jari-jari manisnya pada cela-cela jari kedua kakinya’ Lalu
Malik menyela ’Hadits ini hasan, aku tidak pernah mendengarnya
kecuali sekarang ini.’ Kemudian di lain waktu ia ditanya dengan masalah
yang sama dan ia menyuruh agar menyela-nyela jari-jari kedua kakinya.”
3. Imam Syafi’i
a. Tidak ada seorangpun
yang bermazhab melainkan mazhab Rasulullah SAW. Apapun pendapat yang saya
kemukakan atau yang saya sarikan sedangkan terdapat hadits yang bertentangan
dengan pendapatku maka yang benar adalah sabda Rasulullah SAW. Itulah
pendapatku.
b. Umat Islam telah
berijma bahwa orang yang telah mengetahui sebuah hadits dari Rasulullah SAW
maka tidak boleh meninggalkannya untuk mengambil pendapat seseorang.
c. Jika kalian mendapati
dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW maka ambillah
sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam sebuah riwayat
dikatakan ’Maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti pendapat siapapun’
d. Bila sebuah hadits
dinyatakan sahih, maka itulah mazhabku.
e. Kalian lebih
mengetahui hadits dan rawi-rawinya daripada aku. Bila suatu hadits dinyatakan
sahih maka beritahukanlah kepadaku darimanapun asalnya, dari Kufah, Basrah atau
Syam. Bila benar sahih aku akan menjadikannya mazhabku.
f. Setiap masalah yang
ada haditsnya dari Rasulullah SAW menurut ahli hadits yang bertentangan dengan
pendapatku, niscaya aku cabut pendapatku baik selama aku masih hidup atau
setelah matiku.
g. Bila kalian melihatku
mengemukakan suatu pendapat, dan ternyata ada hadits sahih yang bertentangan
dengan pendapatku maka ketahuilah bahwa pendapatku tidak pernah ada.
h. Semua yang aku ucapkan
sedangkan ada hadits Rasulullah SAW yang sahih bertentangan
dengan pendapatku maka hendaknya diutamakan hadits Rasulullah SAW, janganlah bertaklid
kepadaku.
dengan pendapatku maka hendaknya diutamakan hadits Rasulullah SAW, janganlah bertaklid
kepadaku.
i. Setiap hadits yang
sahih dari Rasulullah SAW adalah pendapatku, sekalipun kalian tidak
mendengarnya darikuk.
mendengarnya darikuk.
4. Ahmad bin Hambal
Imam Hambali adalah
seorang imam yang terbanyak mengumpulkan hadits dan yang paling teguh
memegangnya. Bahkan ia tidak mau menyusun buku yang mencakup furu’ dan ra’yu.
Karena itu ia berkata sebagai berikut.
a. Janganlah bertaklid
kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i dan tidak pula Tsuri, ambillah dari apa
yang meraka ambil. (Dalam sebuah riwayat dikatakan : Janganlah bertaklid dalam masalah
agama kepada para Imam, ikutilah apa yang dapat dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Sedangkan dari tabi’in boleh memilihnya (menolak atau menerima).
yang meraka ambil. (Dalam sebuah riwayat dikatakan : Janganlah bertaklid dalam masalah
agama kepada para Imam, ikutilah apa yang dapat dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Sedangkan dari tabi’in boleh memilihnya (menolak atau menerima).
b. Al-Auza’i berpendapat,
Malik berpendapat, dan Abu Hanifah berpendapat. Menurutku
semuanya adalah ra’yu, sedangkan yang dapat dijadikan hujjah dalam masalah-masalah agama adala atsar (hadits).
semuanya adalah ra’yu, sedangkan yang dapat dijadikan hujjah dalam masalah-masalah agama adala atsar (hadits).
c. Barangsiapa menolak
hadits Rasulullah SAW maka ia berada di tepi kehancuran.
Demikian
pendapat-pendapat para imam dalam masalah berpegang teguh pada hadits, dan larangan bertaklid tanpa pengetahuan. Masalahnya sangat jelas tanpa perlu
perdebatan dan penakwilan. Yaitu barangsiapa berpegang teguh terhadap hadits, seklipun
bertentangan dengan pendapat para imam, tidak berarti menyalahi pendapat mazhab
yang dianut dan juga tidak berarti telah keluar dari jalan yang ditempuh
mazhabnya. Bahkan dengan demikian telah mengikuti jalan dan pendapat para imam,
telah berpegang pada tali yang kuat yang tidak dapat dipisahkan.
0 komentar:
Posting Komentar