DZIKIR DAN DO'A
1.
Suara Pelan
Bagi orang atau kelompok yang berdzikir dengan cara tidak dikeraskan
suaranya (pelan) adalah karena mengaggap bahwa hadis yang dari Ibnu Abbas yang
menyatakan bahwa Rasulullah pernah melakukan dzikir dengan suara keras yang
artinya sebagai berikut:
“Dahulu
kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang
keras".
dianggap
bertentangan dengan al-Qur’an dan beberapa hadis lainnya.
Dalam
surat Al-A‘raf ayat 55 Allah berfirman:
Artinya:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
Surat
Al-A‘raf ayat 205 yang artinya:
“Dan
sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang - orang yang lalai”.
Dari
dua ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Allah memerintahkan kepada
kaum Muslimin agar berdoa dan berdzikir dengan merendahkan diri dengan cara tidak
dengan mengeraskan suara.
Untuk
menegaskan pendapat tersebut, beberapa hadits yakni sebagai berikut:
“Diriwayatkan
dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi saw dalam suatu perjalanan,
kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu Nabi saw
bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya kamu tidak
berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang berdoa
kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Muslim)
Demikian
pula hadits yang diriwayatkan Abu Musa, menegaskan agar merendahkan suara dalam
berdoa kepada Allah, sebab Allah Swt tidak tuli dan tidak jauh, melainkan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Dekat.
Dalam
hadist yang lain Rasulullah bersabda: “Wahai
sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb
kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan
mengganggu sebagian yang lain.”
Al-Baghawi
menambahkan hadis tersebut dengan sanad yang kuat. "Sehingga mengganggu kaum mu'minin
(yang sedang bermunajat)".
2.
Suara Keras
Untuk
mendapatkan kekhusyuan dalam berdzikir, ada orang melakukan dengan cara
mengeraskan suara atau justru dengan memelankan dan hampir tidak bersuara. Satu sisi, memang terdapat dalil-dalil yang
menyuruh ummat muslim untuk berdzikir dengan suara yang lemah lembut, dan pada
sisi yang lain terdapat pula dalil yang membolehkan untuk berdzikir dengan
suara keras.
Beberapa
dalil yang menunjukkan kebolehan dzikir dengan suara keras setelah shalat
antara lain hadist riwayat Ibnu Abbas:
“Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara
keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan
masjid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu
Adra’ juga pernah berkata: "Pernah saya berjalan bersama Rasulullah SAW
lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan
suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan
itu) dalam keadaan riya'. Rasulullah SAW menjawab: "Tidak, tapi dia sedang
mencari ketenangan."
Sementara
dalil yang menjelaskan keutamaan berdzikir dengan secara pelan adalah hadis
yang diriwayatkan oleh Sa'd bin Malik bahwasannya Rasulullah saw bersabda:
"Keutamaan
dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang
mencukupi."
Imam
Nawawi mengkompromikan (al-jam‟u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan
mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir
tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran
akan riya', mengganggu orang yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan
dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar
kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat
mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir,
mengkonsentrasikan pendengaran jama‘ah, menghilangkan kantuk serta menambah
semangat." (Ruhul Bayan, Juz III).
0 komentar:
Posting Komentar