Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam),
disngkat NU adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.
1. Sejarah
Guna merespon kebangkitan
nasional pada tahun 1908, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dibentuk
pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan
Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).
Setelah itu dirasa perlu untuk
membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai
kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti
konverensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul
kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di
Kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais
Akbar. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. Di antara faktor
itu adalah perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan
segala bentuk amaliah kaum Sunni.
Untuk menegaskan prisip dasar
organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua
kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai
dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
2. Paham NU
NU menganut paham Ahlussunah
waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu
sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Kemudian dalam
bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga
madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang
tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang
tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
3. Pengikut NU
Berdasarkan lokasi dan
karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU
mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah
rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas
yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta
selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada
umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan
pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung
mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan
industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota
memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor
petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan.
Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU
juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi
selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister
dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun
luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap
lapisan kepengurusan NU.
0 komentar:
Posting Komentar