1. Adzan Jum’at Satu Kali
Hadis dari
Syaib bin Yazid yang artinya: “Karena hadis riwayat Bukhari, Nasai dan Abu
dawud dari Saib bin Yazid r.a, yang berkata: “Adapun seruan pada hari Jum’ah
itu pertama (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, pada masa Rasulullah
SAW, pada masa Khalifah Abu Bakar r.a, pada masa Khalifah Umar r.a, setelah
tiba masa Khalifah Utsman r.a, dan orang semakin banyak maka beliau menambah
adzan ketiga di atas Zaura (nama tempat di pasar) yang mana pada masa Nabi Saw
hanya ada seorang Muadzain.”. bagi orang atau kelompok yang menjalankan adzan
jum’at satu kali mengacu pada masa Rasulullah yang berarti apa yang dilakukan
oleh Khalifah Utsman tidak dilanjutkan. Adapun
alasan Ulama lain yang berpendapat bahwa adzan jum’at hanya satu kali adalah bahwa
Khalifah Utsman menambahkan adzan pertama karena suatu alasan yang masuk akal,
yakni pada masa itu kaum Muslimin semakin banyak jumlahnya dan tempat-tempat
mereka berjauhan dari Masjid Nabawi. Beliau hanya ingin menyampaikan kepada
mereka (kaum Muslimin) tentang masuknya waktu shalat, dengan mengqiyaskan
shalat-shalat lainnya. Oleh karena itu, beliau memasukkan shalat Jum‘at ke
dalamnya dan menetapkan kekhususan Jum‘at dengan adzan di depan khatib.
Syaikh al-Albani
dalam al-Ajwibah an-Nafi’ah berpendapat bahwa kondisi sekarang dianggap sudah
tidak memerlukan adzan tambahan sebelum khatib naik mimbar. Hampir tidak ada
seorang pun yang berjalan beberapa langkah, melainkan pasti mendengar adzan
Jum‘at dari menara-menara masjid. Apalagi alat-alat pengeras suara telah
dipasang di menara-menara tersebut, jam-jam penunjuk waktu dan selainnya telah
tersebar di mana-mana. Ada pula yang berpendapat bahwa, melakukan adzan Jum’at
sama seperti yang dilakukan oleh Utsman r.a. sekarang ini termasuk di dalam
tashiilul haashil (berusaha mewujudkan sesuatu yang sudah ada) dan ini tidak
boleh, terutama masalah ini mengandung unsur tambahan atas sunnah yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Saw. tanpa alasan yang membenarkannya. Pendapat
tersebut mencoba dikuatkan dengan mencermati lagi sejarah, di mana Ali bin Abi
Thalib r.a ketika berada di Kuffah merasa cukup dengan sunnah Rasulullah saw
tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Utsman r.a., hal ini seperti yang
diungkap di dalam Tafsir al-Qurthubi.
2. Adzan Jum’at Dua Kali
Dari Sa'ib
ia berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata,
“Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu
Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika
masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau
memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di
atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)".
(Shahih al-Bukhari). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Syaikh Zainuddin
al-Malibari, pengarang kitab Fath alMu'in, yang mengatakan: "Disunnahkan
adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika
hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan
sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah khatib naik ke
mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath alMu'in: 15). Orang atau kelompok
yang menjalankan adzan jum’at sebanyak dua kali menganggap bahwa ijtihad Utsman
sebagai ijma’ sukuti, yaitu kesepakatan para sahabat Nabi SAW terhadap hukum
suatu kasus dengan cara tidak mengingkarinya. Ijma’ sukuti dianggap memiliki
landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam, yakni ijma' para
sahabat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab al-Mawahib al Laduniyah
sebagaimana juga dikutip oleh Cholil Nafis sebagai berikut: "Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh
Sayyidina Ustman ra. itu merupakan ijma' sukuti (kesepakatan tidak langsung)
karena para sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut” (al-Mawahib
al Laduniyah, juz II,: 249).
Ulama yang berpendapat adzan jum’at dua
kali menerangkan bahwa pengambilan hukum tersebut tidak mengubah sunah Rasul karena
mengikuti Utsman bin Affan r.a. itu juga berarti ikut Rasulullah SAW. Sebab
Rasulullah saw telah bersabda yang artinya: "Maka hendaklah kamu berpegang
teguh kepada sunnahku dan sunnah alKhulafa' al-Rasyidun sesudah aku ".
(Musnad Ahmad bin Hanbal)
Pendapat lain beralasan bahwa adzan Jumat
dua kali memang perbuatan yang tidak diperintahkan, tetapi juga tidak dilarang,
dan mengandung unsur maslahah, selain juga dianggap ijma’ sukuti jadi tidak ada
masalah dalam pelaksanaannya.
0 komentar:
Posting Komentar