Tawasul ala NU. Bagimana Hukumnya?

Tawasul

Tawasul adalah berdoa kepada Allah dengan melalui wasilah (perantara). Dalam arti lain tawasul merupakan sesuatu yang dijadikan perantara untuk mendekatkan diri (tawajjuh) kepada Allah swt guna mencapai sesuatu yang diarapkan dari-Nya. Bagiamana hukum bertawasul menurut NU? simak selengkapnya
Nahdhatul Ulama
KH. A. Nuril Huda, yang pernah menjabat sebagai Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), dalam sebuah artikelnya menulis bahwa tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah atau berdo‘a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (al-Maidah: 35)
Dalam buku Antologi NU diterangkan bahwa, bertawasul dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Melalui tindakan (iman dan amal sholeh). Ulama madzhab Hambali menyebtukan bahwa bertawasul dengan iman, ketaatan dan amal saleh, merupakan salah satu bentuk bertawasul dengan shiratal mustaqim, yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt dengan apa yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw.
2. Melalui doa. Antara lain dengan menyebut amal saleh yang pernah dilakukan. Tuuannya berwasilah dalam berdoa agar doa yang disampaiakan itu diterima oleh Allah swt. Juhur ulama menyepakati cara tersebut sebagaimana hadist diriwayatkan bukhari dan Muslim tentang tiga orang yangt erkurung di dalam goa. Untuk bisa keluar dari goa mereka berdoa sambil bertawasul dengan amal yang pernah diperbuatnya,
3. Malaui dzat, sifat-sifat dan nama-nama Allah swt. (asmaul Husna). Sebagaimana firman Allah yang artinya:
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. Al-A‘raf: 180)
4. Dengan syafaat Nabi Muhamamd saw di akhirat nanti. Ulama ahlussunah waljamaah berpenapat bahwa semua kaum muslimin akan mendapat syafaat dari rasulullah. Termasuk mereka yang di dunia melakukan dosa besar.
5. Melalui panggilan. Tawasul dalam bentuk ini dilakukan dengan cara memanggil orang yang paling dicintai. Menurut Sayid Muhammadi Malik al-Maliki, bertawasul seperti ini hukumnya boleh. Berdsarkan beberapa riwayat, antara lain: ―Mujahid meriwayatkan bahwa dia melihat seseorang sakit kakinya di dekat Ibnu Abbas. Lantas Abbas berkata: ―Sebutlah nama seseorang yang engkau cintai. Orang sakit tersebut lantas menyebut nama Muhamamd saw. Dengan segera tampak rasa sakit dan lemah kakinya sembuh. Dalam keterangan lain, disebutkan bahwa bertawasul juga bisa dilakukan dengan orang yang sudah meninggal. Orang yang sudah meninggal yang dijadikan wasilah biasanya adalah para Nabi, wali, dan orang-orang yang dipercaya kesalehannya. Kaum NU sering melakukan tawasul dengan berziarah ke makammakam para wali. Dalil dibolehkannya bertawasul dengan orang yang sudah meninggal adalah firman Allah surat an-Nisa ayat 64 yang artinya:
Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang..(QS.An-Nisa‘ :64).

Sebagaimana tersebut dalam Risalah Amaliyah Nahdhiyin (PCNU Kota Malang), bahwa ayat di atas adalah bersifat umum ('amm) mencakup pengertian ketika beliau masih hidup dan ketika sesudah wafat dan berpindahnya ke alam barzah.

0 komentar:

Posting Komentar