Al-Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi
ketika Nabi sedang berkhalwat di gua Hira pada malam senin bertepatan dengan
tanggal 17 ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw. (6 Agustus 610
M). tidak ada perselisihan antara ulama dalam menetapkan bahwa Al-Qur’an
diturunkan di malam bulan Ramadhan akan tetapi mereka berlainan pendapat
tentang tanggalnya. Ketetapan ini ditegaskan juga dalam Al-Qur’an sendiri.
Ibnu Ishaq seorang pujangga tarikh islam
yang ternama menetapkan bahwa malam itu adalah malam 17 Ramadhan. Penetapan ini
dikuatkan dengan isyarat Al-Qur’an sendiri.
Firman Allah:
“jika kamu telah beriman kepada Allah dan
kepada sesuatu yang telah kami turunkan kepada hamba kami pada hari Al-Furqan,
hari bertemu dua pasukan” (Q.S Al-Anfal:[8]: 41)
Dikehendaki dengan hari bertemu dua pasukan
adalah hari bertemu tentara islam dengan tentara Quraisy dalam pertempuran
badar dimana terjadi tepat pada hari JUm’at tanggal 17 Ramadhan tahun yang
kedua hijriah. Hari Furqan adalah hari diturunkan Al-Qur’an. Maka kedua hari
itu bersatu sifatnyayaitu sama-sama pada hari Jum’at 17 Ramadhan walaupun tidak
dalam setahun.
Pendapat serupa disebutkan oleh Zaid bin
Tsabit seorang sahabat yang dipandang tercakap dalam soal Al-Qur’an juga
menetapkan bahwa malam 17 Ramadhan itu adalah malam pertama diturunkannya
Al-Qur’an. Kemudian Ath-Thabary dalam tafsir besarnya meriwayatkan dari
Al-Hasan Ibn Ali mengatakan bahwa malam Al-Furqan ialah hari bertemu dua
pasukan tentara yaitu pada 17 Ramadhan.
Untuk membahas lebih jelas tentang kaitan
antara wahyu yang diturunkan kepada Nabi dengan fakta-faktanya maka kita
perhatikan beberapa riwayat berikut:
1. Hadits Bukhari dari Aisyah r.a berkata: “Permulaan wahyu yang diterima
Rasulullah ialah mimpi yang benar. Beliau bermimpi seakan-akan melihat sinaran
tubuh dan terjadi persis seperti yang dimimpikan.”
Sesudah itu beliau gemar ber-khilwat.
Belaiu ber-khilwat di gua Hira beribadah beberapa malam, sebelum beliau kembali
kepada keluarganya untuk mengambil bekal. Beliau terus berbuat demikian sampai
datanglah haq (kebenaran). Malaikat datang kepada beliau lalu berkata “iqra’
(bacalah ini)”. Nabi menjawab “saya tidak pandai membaca (tidak tahu membaca)”.
Nabi menerangkan: “mendengarkan jawaban itu, Malaikat pun memelukku sampai aku
terasa kepayahan karena kerasnya pelukan itu. Kemudian dilepaskan sampai
disuruh membacanya lagi. Aku menjawab seperti yang pertama. Malaikat memelukku
lagi. Setelah itu barulah Malaikat berkata (Q.S Al-‘Alaq:1-5). Sesudah itu
Rasulullah pulang dengan badan gemetar. Nabi menjumpai Khadijah dan berkata:
“Selimuti aku, selimuti aku!” sesuadah tenang perasaannya, beliau menceritakan
kepada Khadijah apa yang telah terjadi, seraya berkata: “Saya khawatir sekali
terhadap diriku ini.”
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah ra. Mengatakan bahwa
Al-Harits ibn Hisyam bertanya kepada Nabi saw.: “Bagaimana datangnya wahyu
kepada engkau ya Rasulullah?” Maka Nabi menerangkan: “Kadang-kadang wahyu itu
datang kepadaku seperti gerincingan lonceng. Itulah wahyu paling berat aku
menerimanya. Kemudian dilenyapkan dari padaku sesudah aku benar-benar memahami
apa yang dikatakan (wahyu itu). Dan kadang-kadang Malaikat itu menyerupakan
dirinya sebagai orang lelaki, kemudian ia berbicara kepadaku serta aku pun
memahamkan apa yang dibicarakan itu.”
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Aisyah mengatakan bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Wahai Aisyah, ini Jibril, ini Jibril datang
membacakan salam untukmu.” Maka akupun berkata: “Wa’alaihissalaam
warahmatullah.” Aisyah berkata: “Nabi melihat apa yang kita tidak melihatnya.”
4. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dari Abdullah ibn
Ummar ra. Berkata: “Saya bertanya kepada Nabi Muhammad saw.: “apakah tuan
merasa bahwa wahyu akan datang?” Nabi menjawab: “ Kadang-kadang aku mendengar
sura gerincingan lonceng yang menderu-deru. Sesudah itu akupun terdiam
mendengar itu. Tiap kali wahyu datang sedemikian , aku merasakan bahwa jiwaku
akan dicabut.”
Luar biasa mencerahkan mas
BalasHapusia mas makasih. mohon sarannya
Hapus